Bandung- Penandatanganan nota kesepahaman (MoU) antara Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi dan DPRD Jawa Barat dalam rapat paripurna yang dihadiri seluruh fraksi pada 22 Mei 2025 menjadi angin segar bagi komunikasi politik yang sempat membeku. Ketegangan antara eksekutif dan legislatif memuncak usai pidato Dedi dalam Musrenbang Jabar di Cirebon yang menuai respons keras dari Fraksi PDIP, hingga berujung interupsi dan aksi walk out dalam paripurna DPRD pekan lalu.
Sekretaris Forum Parlemen Jabar 2009–2014, H. Ujang Fahpulwaton, menyambut baik mencairnya hubungan tersebut. Ia menilai langkah ini penting untuk menurunkan tensi politik serta mengurangi kegaduhan yang sempat mencuat di ruang publik. Ia juga menyampaikan apresiasi tinggi atas upaya rekonsiliasi yang terjadi.
Namun demikian, Ujang Fahpulwaton mengingatkan bahwa kesepakatan ini tidak boleh melemahkan fungsi pengawasan DPRD. “Kita semua bekerja untuk rakyat, bukan untuk kelompok atau golongan tertentu. Maka penting untuk memastikan DPRD tetap menjalankan peran kritisnya. Publik akan terus memantau baik kinerja DPRD dalam menyuarakan aspirasi rakyat, maupun jalannya pemerintahan di bawah Gubernur Dedi Mulyadi, apakah sudah sesuai dengan aturan atau belum,” ujarnya.
Forum Parlemen Jabar 2009–2014, lanjut Ujang, mendukung segala kebijakan yang bertujuan demi kemajuan Jawa Barat. Namun, forum juga siap memberikan saran, masukan, bahkan kritik jika Gubernur maupun DPRD tidak menjalankan tugas pokok dan fungsinya secara benar—apalagi jika justru kembali memicu kegaduhan.
“Yang penting, jangan sampai rekonsiliasi ini justru membungkam sikap kritis DPRD terhadap pemerintah,” tegas Ujang menutup pernyataannya.