Indeks
Budaya  

Eka Santosa Minta Polemik KJA Pangandaran Diselesaikan dengan Prinsip Silih Asah, Asih, dan Asuh

Oplus_131072

Bandung – Tokoh Jawa Barat, Eka Santosa, akhirnya angkat bicara mengenai polemik Keramba Jaring Apung (KJA) di Pangandaran yang menyeret nama Universitas Padjadjaran (Unpad) dan memicu reaksi keras dari mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti.

Sebagai Ketua Forum Penyelamat Hutan Jawa (FPHJ), Eka menilai kehadiran Unpad di Pangandaran sejak 2016 seharusnya dilihat sebagai upaya penguatan riset dan peningkatan kualitas sumber daya manusia. Salah satu fokus penelitian Unpad adalah pemanfaatan potensi benih bening lobster (BBL) di pesisir selatan Jawa. Namun, keberadaan laboratorium dan KJA milik Unpad belakangan ditolak sebagian warga, bahkan mendapat aksi protes terbuka.

“Bagaimana tidak? Unpad sudah melakukan penelitian sejak lama, lalu tiba-tiba keberadaan lab dan KJA-nya didemo secara massif,” ujar Eka saat ditemui wartawan di Alam Santosa, Pasir Impun, Kabupaten Bandung, Selasa (19/8/2025).

Budaya Saling Menghormati

Mantan Ketua DPRD Jabar (1999–2004) ini mengingatkan agar semua pihak menahan diri. Ia menilai pernyataan Susi Pudjiastuti yang menyebut dosen Unpad “bodoh” terlalu berlebihan dan tidak sejalan dengan budaya Sunda.

“Dalam budaya Sunda, kita diajarkan silih asah, silih asih, dan silih asuh. Kalau ada keberatan, mestinya disampaikan langsung ke Kementerian Kelautan dan Perikanan, sebab izin KJA dikeluarkan KKP, bukan Unpad,” tegas Eka.

Menurutnya, langkah Susi melakukan panggilan video terbuka kepada Gubernur Jawa Barat juga kurang tepat karena bisa menimbulkan kesan berpihak.

Dukungan terhadap keberadaan KJA Unpad justru datang dari berbagai pihak, mulai dari Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pangandaran, Bupati Pangandaran Citra Pitriyami, hingga Forum Komunikasi Para Pelaku Wisata Pangandaran (FKP2WP).

Namun, pernyataan yang dinilai merendahkan akademisi Unpad memicu protes keras dari Ikatan Alumni (IKA) Unpad. Wakil Ketua IKA, Budi Hermansyah, bahkan menyatakan keberatan secara terbuka.

“Seharusnya ini tak perlu terjadi. Terapkan saja prinsip silih asah, silih asih, dan silih asuh agar perbedaan pandangan bisa diselesaikan dengan baik,” ujar Eka.

Optimisme Kolaborasi

Meski situasi sempat memanas, Eka optimis polemik ini akan membawa hikmah. Menurutnya, pengelolaan BBL secara berkelanjutan dapat menjadi potensi ekonomi besar jika dilakukan berbasis riset dan kolaborasi pentahelix, melibatkan pemerintah, akademisi, pelaku usaha, masyarakat, dan media.

Ia merujuk pada pandangan Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK) Unpad, Yudi Nurul Ihsan, yang menilai Indonesia bisa meniru keberhasilan Vietnam dalam budidaya lobster.

“Melalui riset ini, kita berupaya bersama warga agar BBL menjadi kekuatan ekonomi baru bagi bangsa,” tutup Eka, yang juga pernah menjabat Ketua Harian IKA Unpad (2012–2017).

Exit mobile version