Indeks

Khalilur Abdullah Syahlawy dan ambisi besar Sabhumi Barat Basra Menaklukkan bumi, merajai lautan

Tiga Dekade Perencanaan, Ratusan Perusahaan, Satu Misi Besar

Foto: Khalilur Abdullah Syahlawy (Lilur) berdiri ditengah
Foto: Khalilur Abdullah Syahlawy (Lilur) berdiri ditengah

Di coffe shop berlatar gedung pencakar langit di pusat kota Shenzhen, China, Khalilur Abdullah Syahlawy—atau yang akrab disapa Lilur—duduk tenang. Tangannya menggenggam secangkir kopi, tetapi pikirannya jauh melampaui ruangan ini. Ia berbicara bukan tentang hari ini, tetapi tentang sebuah era yang ia yakini akan segera tiba—era di mana bendera Sabhumi Barat Basra berkibar di seluruh penjuru dunia.

“Sudah cukup lama saya merancang ini,” katanya dengan suara dalam, hampir seperti bisikan yang mengandung kekuatan. “Dua puluh lima tahun menyiapkan gagasan, dua puluh lima tahun menata konsep, dua puluh lima tahun menyiapkan strategi. Sekarang saatnya bekerja.”

Lilur tidak berbicara dalam metafora. Ia benar-benar telah menghabiskan tiga dekade untuk menyusun peta dominasi bisnis yang melintasi daratan dan lautan. Dengan prinsip DABATUKA—akronim dari Demi Allah, Bumi Aku Taklukkan untuk Kemanusiaan—ia membangun imperium ekonomi yang siap mengguncang dunia.

Di darat, terutama di Pulau Jawa, bisnis pertambangannya berkembang bak akar pohon beringin. Lebih dari 1.500 tambang kini beroperasi, mengekstraksi kekayaan bumi dengan efisiensi industri modern.

Di lautan, ambisinya bahkan lebih mencengangkan. Dengan mengamankan 121.000 hektare gugusan Teluk Kangean, ia kini menggarap sektor perikanan budidaya dalam skala yang belum pernah terlihat sebelumnya. Sebanyak 38 teluk telah diajukannya untuk “disewa” dari negara, sebuah langkah berani yang bisa mengubah peta ekonomi maritim Indonesia.

Untuk menopang ekspansi besarnya, Lilur membangun Sabhumi Barat Basra, sebuah holding company yang menjadi induk bagi 17 perusahaan utama yang membawahi ratusan entitas bisnis di berbagai sektor:

  • BIG (Bandar Indonesia Grup), menguasai jaringan perdagangan dan distribusi nasional.
  • ANG (Astra Nawa Grup), pionir dalam manufaktur dan teknologi industri.
  • BALAD Grup (Bandar Laut Dunia Grup), yang memimpin eksplorasi laut dalam dan perikanan.
  • RAKSASA Grup (Raja Peternak Sapi Indonesia Grup), mengembangkan industri peternakan berskala global.

Dan masih ada lusinan lainnya, dari Bandar Ayam Indonesia hingga Bandar Rumput Laut Nusantara, semuanya bergerak dalam ekosistem bisnis yang saling menopang.

Di balik struktur bisnis yang kompleks ini, ada satu prinsip yang dijaga erat oleh Lilur: ekspansi harus dilakukan dengan penataan yang matang. “Ini bukan proyek coba-coba,” katanya. “Setiap perusahaan, setiap anak usaha, semua telah dipersiapkan dengan sistem yang terukur.”

Bagi Lilur, ini bukan hanya tentang bisnis. Ini adalah misi peradaban. Dengan garis keturunan yang ia yakini berasal dari Majapahit, ia merasa berhak menggunakan nama dan simbol kerajaan itu.

Ia menamai induk perusahaannya Surya Bhumi, merujuk pada lambang matahari yang bersinar di puncak kejayaan Nusantara. Baginya, ini bukan sekadar romantisme sejarah, tetapi sebuah panggilan untuk mengembalikan kejayaan ekonomi maritim yang pernah dicapai leluhur.

“Majapahit pernah menjadi kekuatan besar di Asia Tenggara,” katanya. “Kini saatnya Surya Bhumi Majapahit bersinar kembali.”

Ambisi sebesar ini tidak datang tanpa pengorbanan. Hingga hari ini, Lilur telah menggelontorkan lebih dari Rp300 miliar untuk menyiapkan fondasi imperiumnya. Dari membebaskan lahan tambang hingga membangun infrastruktur maritim, setiap langkahnya adalah investasi jangka panjang.

“Orang mungkin melihat saya hanya membakar uang selama ini,” katanya sambil tersenyum. “Tapi saya tahu apa yang saya lakukan. Sekarang saatnya investasi itu membuahkan hasil.”

Lilur tahu bahwa kejayaan sejati tidak hanya ditentukan oleh dominasi lokal, tetapi oleh ekspansi global. Dari pusat kendalinya di Shenzhen, ia mulai merancang jaringan internasional yang akan membawa produk dan bisnisnya ke pasar dunia.

“China adalah pintu gerbang ekonomi global,” ujarnya. “Dari sini, kita akan melangkah ke Timur Tengah, Eropa, dan Amerika.”

Keberaniannya dalam berpikir besar mengingatkan pada para taipan dunia—dari Jeff Bezos hingga Elon Musk. Namun, tidak seperti mereka yang membangun inovasi berbasis teknologi, Lilur bertaruh pada kekayaan alam.

“Kami memiliki sumber daya yang dunia butuhkan,” katanya tegas. “Dan saya tahu cara mengelolanya.”

Ketika ditanya apakah ia tidak khawatir menghadapi tantangan besar—dari regulasi pemerintah hingga fluktuasi ekonomi global—Lilur hanya tersenyum.

“Saya tidak takut,” katanya. “Semua ini sudah saya siapkan. Dengan kecerdasan, keberanian, dan tentu saja dengan Ma’unah dari Sang Pemilik Semesta.”

Lalu, ia menatap jauh ke luar jendela, ke horizon Shenzhen yang diselimuti lampu-lampu kota. Mungkin di sana, dalam pikirannya, ia sudah melihat masa depan di mana Sabhumi Barat Basra bukan hanya sebuah perusahaan, tetapi sebuah imperium yang benar-benar menaklukkan bumi.

“DABATUKA, Bumi Aku Taklukkan, untuk Kemanusiaan.” tegasnya.

Exit mobile version