Gentanews.id – Membaca tulisan Presidium Kahmi Garut, Dedi Jamaludin, “Salib HMI Bandung; Kembalikan NDP Versi Cak Nur DKK, saya seperti membaca karangan yang sudah keliru sejak dari pemilihan judul hingga intensinya menghubungkan satu peristiwa kecil dalam sebuah acara pelantikan pengurus dengan fenomena perkaderan HMI di Bandung secara umum.
Puncaknya, setelah penulis terkaget kaget, dicarilah kambing hitam mengenai apa yang dianggapnya kegagalan perkaderan HMI Bandung, yakni adanya metode dekonstruksi dalam penyampaian NDP. Akibatnya rangkaian karangan 9 paragraf itu bisa dengan mudah saya ambrukkan hampir seluruh isinya.
Pada judul tulisan, Dedi Jamaludin menyebut kalau teks NDP HMI itu adalah NDP Cak Nur DKK. Dikiranya, seperti juga asumsi umum yang beredar dan diimani berpuluhtahun di lingkungan HMI, teks NDP itu ditulis oleh beberapa orang.
Asumsi resmi ini tersebar melalui tulisan historiografi HMI oleh Agussalim Sitompul. Padahal kalau mau membaca buku Demi Islam Demi Indonesia, sebuah otobiografi Nurcholish Madjid yang disunting Ihsan Ali Fauzi, juga dua buku biografi Nurcholish lainnya karangan Ahmad Gaus (Api Islam Nurcholish Madjid) dan karangan M Wahyuni Nafis (Cak Nur Sang Guru Bangsa), maka jelaslah disitu bahwa Nurcholish sendiri yang menulisnya. Tidak dengan yang lain.
Bagaimana peran Sakib Mahmud? Yang dalam putusan kongres disebut anggota tim penulis? Penjelasan Sakib Mahmud bisa dibaca melalui wawancara Hilman Wahyudi, Faiz Fawahir dan Misbahudin pada suatu pertemuan lokakarya NDP di Sawangan, Depok. Wawancara ini menjelaskan posisi Sakib hanyalah tukang ketik naskah. Klik https://aksarajabar.pikiran-rakyat.com/nasional/pr-99776268/seputar-kelahiran-teks-ndp
Sementara posisi Endang Saefudin Anshari, hanyalah pembaca biasa atau pereview.
“Dengan mohon maaf dan istighfar, saya ingin mengatakan bahwa sebenarnya Mang Endang (Endang Saefudin Anshari) itu tidak ada andil apa apanya di HMI. Sebenarnya dia hanya nempel saja. Dia itu anggota PII. Oleh sebab itu saya diprotes Mar’ie cs, Mengapa Endang masuk, sementara dia adalah orang PII.
Dia itu terbawa oleh lembaga dakwah HMI di Bandung. Kebetulan ketua lembaga dakwah itu adalah Bang Imad. Dan Bang Imad ini sangat dekat dengan Mang Endang. Persisnya, Bang Imad dekat dengan bapaknya Endang, yaitu Isa Anshari, karena kemudian Bang Imad sendiri nantinya konflik dengan Mang Endang, konflik yang keras sekali.