Banner mygoalsbjb
News  

Gaji dan Tunjangan Gubernur Jabar Tembus Rp33,2 Miliar Setahun, Dana Operasional Jadi Sorotan

Dedi Mulyadi berbicara tentang alasan pelarangan study tour sekolah, menyoroti tingginya biaya dan minimnya nilai edukasi dalam kegiatan tersebut.
Dedi Mulyadi menyoroti study tour sekolah yang lebih mirip wisata ketimbang pembelajaran. Ia mengusulkan penghapusan kegiatan ini untuk mencegah beban biaya yang tinggi bagi orang tua dan memastikan esensi pendidikan tetap terjaga.

BANDUNG – Angka fantastis tercatat dalam rincian pendapatan dan tunjangan Gubernur serta Wakil Gubernur Jawa Barat pada tahun anggaran 2025. Berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat Nomor 30 Tahun 2025, total penerimaan keduanya mencapai Rp33,2 miliar per tahun, atau sekitar Rp2,7 miliar setiap bulan.

Rincian belanja gaji dan tunjangan menunjukkan bahwa gaji pokok gubernur dan wakil gubernur hanya berada di angka Rp75,6 juta setahun. Selain itu, ada tunjangan keluarga sebesar Rp9,8 juta, tunjangan jabatan Rp136,4 juta, tunjangan beras Rp7,1 juta, hingga tunjangan khusus Rp3,5 juta. Jika dilihat dari jumlahnya, komponen gaji pokok dan tunjangan rutin sebenarnya relatif kecil dibandingkan total penerimaan.

Namun, yang mencuri perhatian publik adalah besarnya belanja dana operasional yang mencapai Rp28,8 miliar. Jumlah ini mendominasi hampir 90 persen dari total penghasilan gubernur dan wakil gubernur. Selain itu, terdapat pula belanja insentif atas pemungutan pajak daerah senilai Rp1,97 miliar.

Komponen lain yang dicatat dalam laporan tersebut meliputi belanja iuran jaminan kesehatan Rp7,7 juta, iuran jaminan kecelakaan kerja Rp180 ribu, iuran jaminan kematian Rp559 ribu, serta belanja pembulatan gaji senilai Rp1.600. Jika digabungkan, angka tersebut sangat kecil dibandingkan dengan alokasi dana operasional yang begitu besar.

Total akumulasi seluruh komponen itu menghasilkan angka Rp33.231.254.620. Dengan perhitungan tersebut, Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat dipastikan menerima paling tidak Rp2,7 miliar per bulan.

Besarnya dana operasional dalam struktur gaji dan tunjangan ini berpotensi memicu sorotan publik. Sebab, dana tersebut tidak hanya menyangkut kebutuhan pribadi, tetapi juga operasional kedinasan yang pengelolaannya sering kali menimbulkan pertanyaan. Transparansi penggunaan dana operasional menjadi krusial agar tidak menimbulkan persepsi negatif di masyarakat.

Di sisi lain, penghasilan kepala daerah memang diatur dalam regulasi dan dimaksudkan untuk mendukung kinerja pemerintahan. Namun, angka fantastis ini menimbulkan perbandingan dengan kondisi masyarakat luas yang masih menghadapi persoalan ekonomi, ketimpangan, dan kebutuhan pembangunan di berbagai sektor.

Pertanyaan besar pun muncul: apakah besarnya dana operasional ini benar-benar efektif digunakan untuk pelayanan publik, atau justru menjadi beban APBD? Jawaban atas pertanyaan ini hanya bisa dijawab melalui keterbukaan dan akuntabilitas pemerintah daerah dalam mengelola anggaran.

Banner nwisa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *