News  

Sudahkah Kita Membaca Pesan Penting Dari Tasikmalaya?

Oleh : Rahmat Suprihat, S.Pd - Aktivis Pendidikan Kota Bandung

Bandung, Gentanews.id Kasus perundungan yang menimpa seorang siswa kelas V Sekolah Dasar (SD) di Tasikmalaya Jawa Barat, seakan menjadi pukulan yang sangat berat bagi semua entitas pendidikan.

Disaat ruang-ruang pemberdayaan peningkatan kualitas pelayanan pendidikan ditingkatkan dengan berbagai program yang mengarah pada terbentuknya pribadi peserta didik yang tidak hanya memiliki talenta kecerdasan intelektual namun lebih daripada itu dirinya diorientasikan menjadi pribadi yang dilengkapi dengan kecerdasan emosional, sosial, peduli terhadap lingkungan pun memiliki kesalehan religius.

Kejadian perundungan (bullying) yang menimpa siswa ” F ” 11 tahun, jelas menjadi sebuah sinyal tentang bagaimana ruang-ruang pendidikan itu harus bisa menyentuh sampai kebatas dunia kebathinan (psikis) para peserta didik.
Banyak upaya yang bisa dilakukan untuk mencapai sentuhan ke ruang-ruang kehidupan pribadi peserta didik diantaranya guru harus semakin mau turun gunung menciptakan suasana kebersamaan dengan para siswa termasuk mengemas dirinya menjadi figur yang sangat humble dan ” Tepat ” sebagai ” Tempat ” curhat dan berkeluh kesah.

Selain itu perlu dikondisikan komunikasi yang sangat Inten dengan orang tua para peserta didik tentang setiap pesan perkembangan sikap dan prilaku para anaknya di rumah, selain itu tentunya pihak sekolah harus berjuang memfasilitasi ruang-ruang edukasi dan penguatan materi tentang perkembangan anak.
Hal ini bisa dilakukan dengan menggandeng pihak-pihak yang kompeten apabila pada kenyataannya di sekolah tidak ada orang yang memiliki kapasitas tersebut.

Upaya membangun komunikasi antara pihak sekolah dan orang tua sangatlah penting mengingat ada dimensi ruang dan waktu yang berhubungan dengan keberadaan para peserta didik.

Dengan terbangunnya komunikasi yang baik diharapkan baik itu sekolah maupun orang tua akan memiliki kecepatan untuk mencari solusi atas permasalahan perkembangan prilaku peserta didik yang dianggap memiliki penyimpangan.

Sementara itu untuk tingkat SMP, SMA/SMK sekolah bisa membentuk tutor sebaya atau pendamping sebaya.
Dengan adanya tutor sebaya/pendamping sebaya diharapkan para peserta didik akan lebih cair dalam menyampaikan permasalahan pribadinya karena adanya kesamaan psikologis dengan teman seusianya.

Ada beberapa hal yang mungkin bisa dijadikan sebagai informasi awal yang sederhana bagi para pendidik dan orang tua untuk mengetahui bahwa seseorang (anak) dalam kondisinya depresi, diantaranya :
– Menurunnya/Hilangnya motivasi termasuk anak menolak pergi ke sekolah.Apabila anak bersikukuh untuk menolak ke sekolah selayaknya orang tua untuk mencari penyebabnya.
– Anak sering mengurung diri, tidak berteman atau tidak punya teman main. Bahkan selalu ingin dekat dengan orang tua, pengasuh, maupun anggota keluarga terdekat.
– Anak menjadi lebih pendiam. Serta sering menolak diajak main atau pergi.
– Adanya perubahan perilaku makan, jadi lebih banyak atau tidak mau makan sama sekali.
– Mengalami gangguan tidur.
– Anak tidak ceria dan terlihat kurang energi.

Selain itu satu hal yang sangat penting adalah pembatasan penggunaan gadget/gawai karena derasnya informasi yang tanpa batas dengan berbagai konten dari yang terbaik sampai yang terburuk dan bahkan dapat merusak mental, serta rendahnya pengawasan dari pihak orang tua tidak menutup kemungkinan akan menjadikan anak berada pada ruang perkembangan psikologis yang tidak sesuai dengan usianya.

Pengawasan tentang teman yang selama ini bersama anak pun menjadi bagian yang tidak boleh terlewatkan mengingat pengaruh lingkungan terdekat terhadap perkembangan prilaku anak menjadi faktor lain yang turut membentuk pribadinya.

Terakhir pendampingan dan pengawasan secara konsisten dari berbagai pihak adalah hal yang sangat penting dalam mengemas para anak untuk menjadi pribadi yang sesuai harapan.

Banner nwisa

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *