Jakarta, Gentanews — Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan terkait uji materi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Putusan tersebut menolak sistem pemilu proporsional tertutup dan memutuskan untuk tetap menggunakan sistem proporsional terbuka dalam Pemilu 2024.
Pembacaan putusan dalam perkara nomor 114/PUU-XX/2022 mengenai uji materi sistem pemilu proporsional terbuka dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi, Anwar Usman. Dalam sidang pembacaan putusan yang berlangsung di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Ketua MK Anwar Usman menyatakan, “Mengadili, dalam provisi, menolak permohonan provisi pemohon untuk seluruhnya.”
Seluruh pemohon juga mendapatkan penolakan dari Majelis Hakim MK. Anwar Usman menjelaskan, “Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya.” Dengan demikian, Pemilu 2024 akan tetap menggunakan sistem proporsional terbuka.
MK menjelaskan bahwa keputusan ini diambil setelah mempertimbangkan keterangan dari berbagai pihak, ahli, saksi, dan fakta persidangan. Salah satu pendapat hakim terkait dalil yang diajukan oleh para pemohon adalah bahwa masalah politik uang dalam proses pencalonan seseorang tidak berhubungan dengan sistem pemilu.
Dalam konklusinya, MK menegaskan bahwa permohonan mengenai sistem pemilu tidak memiliki dasar hukum yang beralasan. Sebelumnya, enam orang telah mengajukan gugatan terhadap UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu terkait sistem proporsional terbuka. Mereka tidak setuju dengan pemilihan anggota legislatif menggunakan sistem proporsional terbuka sebagaimana diatur dalam Pasal 168 ayat 2 UU Pemilu. Pemohon berharap MK mengembalikan sistem pemilu ke proporsional tertutup.
Keenam pemohon tersebut adalah Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono. Persidangan dalam rangkaian proses sebelum putusan telah berlangsung sejak November 2022.
Sebelum sidang, sekitar dua minggu yang lalu, pakar hukum tata negara sekaligus mantan Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Denny Indrayan, menginformasikan bahwa MK akan memutuskan penggunaan sistem pemilu tertutup atau coblos partai dalam Pemilu 2024. Delapan fraksi partai politik, yaitu Partai Golkar, Partai Gerindra, PKB, Partai Demokrat, PKS, Partai NasDem, PPP, dan PAN, menolak sistem tertutup. Sementara itu, Partai yang mendukung sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024 adalah PDI Perjuangan (PDIP) dan Partai Bulan Bintang (PBB).
Informasi yang diungkapkan oleh Denny Indrayana tentang keputusan MK mengenai sistem pemilu tertutup sebelumnya telah menimbulkan kontroversi. Beberapa pihak mengkritik Denny karena dianggap membocorkan informasi yang seharusnya merupakan rahasia negara.
Menyikapi hal ini, Ketua DPP Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDIP), Said Abdullah, merasa heran dengan tindakan Denny Indrayana yang membocorkan informasi terkait keputusan hakim MK mengenai sistem pemilu. Menurut Said Abdullah, sebagai seorang pakar hukum, Denny seharusnya tidak mengungkapkan apa pun yang berhubungan dengan rahasia negara, termasuk informasi mengenai putusan MK.
Said Abdullah menyatakan bahwa apapun yang telah disampaikan oleh Denny Indrayana harus menunggu keputusan resmi dari MK. Ia khawatir bahwa pernyataan Denny hanya akan menimbulkan kegaduhan di kalangan publik.
Sementara itu, Denny Indrayana menegaskan bahwa apa yang ia sampaikan bukanlah bocoran rahasia negara. Ia menjelaskan bahwa informasi yang ia terima merupakan informasi yang kredibel dan dipercaya, namun keputusan akhir tetap berada di tangan MK.
Dalam keterangannya, Denny Indrayana menjelaskan bahwa dirinya sangat hati-hati dalam memilih kata-kata ketika menyampaikan informasi tersebut. Ia menegaskan bahwa tidak ada putusan yang bocor karena pada saat itu belum ada keputusan resmi dari MK. Denny juga membantah bahwa ia mendapatkan informasi dari sumber tertentu yang bersifat rahasia.
Meskipun kontroversi mengenai informasi yang diungkapkan oleh Denny Indrayana telah mencuat, MK akhirnya memutuskan untuk tetap menggunakan sistem proporsional terbuka dalam Pemilu 2024. Putusan ini telah melalui proses persidangan yang panjang dan mempertimbangkan berbagai aspek hukum serta pendapat dari berbagai pihak terkait.
Dengan keputusan ini, sistem pemilu proporsional terbuka akan terus digunakan dalam Pemilu 2024, di mana partai politik akan memiliki kekuasaan untuk menentukan caleg yang akan menjadi anggota dewan. Sementara itu, para pemohon yang menginginkan sistem proporsional tertutup harus menerima penolakan dari MK.
Putusan MK ini menjadi titik akhir dalam perdebatan mengenai sistem pemilu yang akan digunakan dalam Pemilu 2024. Bagaimanapun, proses demokrasi dan pemilihan umum tetaplah menjadi tonggak penting dalam menjaga kestabilan dan kemajuan negara.